Sabtu, 15 Juni 2013

Destiny 1


Tiga tahun yang lalu tak kusangka jika akan seberat ini akhirnya. Dulu ku kira ini adalah awal sebuah lembar baru. Memang sangat baru karena ini sebuah jalan perubahan. Takdir....tak pernah kusangka akan mempertemukanku pada sebuah kisah. Entah aku harus menyesal atau bahagia, tapi memang benar kata orang rasa itu sulit terungkapkan.
Tiga tahun lalu, aku berhasil masuk ke sebuah SMK swasta terkenal. Detik itu bahagia sungguh menyelimutiku. Bagaimana tidak, untuk masuknya saja perlu pengorbanan. Harus melalui serangkaian test. Ku pikir aku akan mengenal teman-teman baru. Memang benar, senin ini adalah hari pertama mos. Walaupun dengan jumlah murid yang seikit dibanding sekolah lain tapi tetap saja banyak wajah baru yang kulihat. Perasaanku bertanya, apakah aku akan betah sekolah di sini. Berangkat jam 7 pagi, pulang jam 5 sore.
Mos di sini terasa berat sekali,3 hari harus dihabiskan dengan pelajaran mental. Kata orang segala sesuatu yang berjalan bersama akan terasa ringan. Baru 3 hari, tapi 40 orang bisa sedekat ini dan sepeduli ini dengan satu sama lain. Tak ada yang salah dengan awal tiga tahun lalu, tapi kini kenapa rasa menyesal menggelayut seerat ini?
Tak pernah kusangka tiga tahun lalu aku bertemu dengan 6 orang yang akan menjadi sahabat. Takdir....ini semua memang takdir...sudah garisnya harus seperti ini.
Hari pertama mos ku lihat anak perempuan itu, cantik dengan wajah indonya,tapi dalam hati aku berkata...tatapannya seperti matahari yang bersinar terik hingga orang takut untuk meliriknya. Tapi tak kusangka takdir membawaku untuk duduk disampingnya. Ini merupakan perkenalan canggung. Kita tak berani saling menyapa, aku segan. Dan baru ku tahu ternyata dia menilai ku punya tatapan sadis. Ini sungguh lucu, harusnya kita tak bisa bersama dengan awal perkenalan seperti itu. Tapi lagi-lagi takdir mengambil perannya. Dia menjadi orang terdekat ku dan teman sebangku hingga ujian nasional memisahkan tempat duduk kami. Kata orang, dia menakutkan. Jarang orang yang berani bicara asal. Sebenarnya akupun masih begitu. Prinsipnya tegas, kelihatannya dia memang tegar tapi di balik semua itu dia punya sisi anak kecil. Yang pasti akan membuat orang yang mengenalnya melindunginya. Di bandingkan dia, aku tak ada apa-apanya. Dia pandai, selalu 5 besar di kelas, rajin belajar, sedangkan aku, aku hanya menjalani prestasiku dengan biasa saja. Tiap hari aku lupa jika ada peer, tapi di senantiasa meminjamkan aku peernya. Pernah suatu hari kutanya “ kenapa si, kamu rajin banget ngerjain tugas?” dan jawabannya sungguh tak ku duga. Katanya “kalo aku juga ikut-ikut g ngerjain terus kamu mau pake jawaban apa?” . sungguh, walaupun ini bukan cerita romantis tapi sempat membuatku sesak dada. Ternyata dia peduli sekali.
Pernah juga suatu hari di kelas 2, ada tugas hematologi yang dilerjakan di sekolah. Karena keteledoranku aku hanya asik mengobrol dan tiba-tiba saja guru berkata 5 menit lagi dikumpulkan. Ini sungguh berita yang mengejutkan karena satu nomorpun aku belum menulis. Ku pinjam tugasnya, ku kerjakan sebisaku. Di luar dugaan guru itu keluar tanpa menunggu kuselesaikan. Aku tak sempat mengmpulkan, begitu juga dengan bukunya yang ku pinjam. Ku kira dia akan marah besar karena ini semua memang salahku. Tapi tak kusangka, berkali-kali aku meminta maaf berkali-kali pula dia menjawab “ udah ga papa, tenang aja”. Harusnya aku senang, tapi hingga detik ini aku tak bisa melupakan kejadian itu.
Kami berbagi cerita layaknya sahabat, aku senang dia mempercayakan rasa gundahnya untuk ku dengar. Itu suatu kebanggaan. Akupun juga sama, tak ada yang kututupi dengannya. Aku sangat menyayanginya...biarpun kata orang mustahil ada persahabatan. Menurutku dia sahabatku. Terindah dalam hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar