Tiga tahun yang lalu tak kusangka jika akan seberat ini
akhirnya. Dulu ku kira ini adalah awal sebuah lembar baru. Memang sangat baru
karena ini sebuah jalan perubahan. Takdir....tak pernah kusangka akan
mempertemukanku pada sebuah kisah. Entah aku harus menyesal atau bahagia, tapi
memang benar kata orang rasa itu sulit terungkapkan.
Tiga tahun lalu, aku berhasil masuk ke sebuah SMK swasta
terkenal. Detik itu bahagia sungguh menyelimutiku. Bagaimana tidak, untuk
masuknya saja perlu pengorbanan. Harus melalui serangkaian test. Ku pikir aku
akan mengenal teman-teman baru. Memang benar, senin ini adalah hari pertama
mos. Walaupun dengan jumlah murid yang seikit dibanding sekolah lain tapi tetap
saja banyak wajah baru yang kulihat. Perasaanku bertanya, apakah aku akan betah
sekolah di sini. Berangkat jam 7 pagi, pulang jam 5 sore.
Mos di sini terasa berat sekali,3 hari harus dihabiskan
dengan pelajaran mental. Kata orang segala sesuatu yang berjalan bersama akan
terasa ringan. Baru 3 hari, tapi 40 orang bisa sedekat ini dan sepeduli ini
dengan satu sama lain. Tak ada yang salah dengan awal tiga tahun lalu, tapi
kini kenapa rasa menyesal menggelayut seerat ini?
Tak pernah kusangka tiga tahun lalu aku bertemu dengan 6
orang yang akan menjadi sahabat. Takdir....ini semua memang takdir...sudah
garisnya harus seperti ini.
Hari pertama mos ku lihat anak perempuan itu, cantik dengan
wajah indonya,tapi dalam hati aku berkata...tatapannya seperti matahari yang
bersinar terik hingga orang takut untuk meliriknya. Tapi tak kusangka takdir
membawaku untuk duduk disampingnya. Ini merupakan perkenalan canggung. Kita tak
berani saling menyapa, aku segan. Dan baru ku tahu ternyata dia menilai ku
punya tatapan sadis. Ini sungguh lucu, harusnya kita tak bisa bersama dengan
awal perkenalan seperti itu. Tapi lagi-lagi takdir mengambil perannya. Dia menjadi
orang terdekat ku dan teman sebangku hingga ujian nasional memisahkan tempat
duduk kami. Kata orang, dia menakutkan. Jarang orang yang berani bicara asal. Sebenarnya
akupun masih begitu. Prinsipnya tegas, kelihatannya dia memang tegar tapi di
balik semua itu dia punya sisi anak kecil. Yang pasti akan membuat orang yang
mengenalnya melindunginya. Di bandingkan dia, aku tak ada apa-apanya. Dia pandai,
selalu 5 besar di kelas, rajin belajar, sedangkan aku, aku hanya menjalani
prestasiku dengan biasa saja. Tiap hari aku lupa jika ada peer, tapi di
senantiasa meminjamkan aku peernya. Pernah suatu hari kutanya “ kenapa si, kamu
rajin banget ngerjain tugas?” dan jawabannya sungguh tak ku duga. Katanya “kalo
aku juga ikut-ikut g ngerjain terus kamu mau pake jawaban apa?” . sungguh,
walaupun ini bukan cerita romantis tapi sempat membuatku sesak dada. Ternyata dia
peduli sekali.
Pernah juga suatu hari di kelas 2, ada tugas hematologi yang
dilerjakan di sekolah. Karena keteledoranku aku hanya asik mengobrol dan
tiba-tiba saja guru berkata 5 menit lagi dikumpulkan. Ini sungguh berita yang
mengejutkan karena satu nomorpun aku belum menulis. Ku pinjam tugasnya, ku
kerjakan sebisaku. Di luar dugaan guru itu keluar tanpa menunggu kuselesaikan. Aku
tak sempat mengmpulkan, begitu juga dengan bukunya yang ku pinjam. Ku kira dia
akan marah besar karena ini semua memang salahku. Tapi tak kusangka,
berkali-kali aku meminta maaf berkali-kali pula dia menjawab “ udah ga papa,
tenang aja”. Harusnya aku senang, tapi hingga detik ini aku tak bisa melupakan
kejadian itu.
Kami berbagi cerita layaknya sahabat, aku senang dia
mempercayakan rasa gundahnya untuk ku dengar. Itu suatu kebanggaan. Akupun juga
sama, tak ada yang kututupi dengannya. Aku sangat menyayanginya...biarpun kata
orang mustahil ada persahabatan. Menurutku dia sahabatku. Terindah dalam hidup.